Sabtu, 01 Desember 2012

Bima Bungkus



Anak Pandu dan Kunti yang lahir dalam bungkus dibuang ke hutan Krendawahana, karena tidak ada senjata yang mampu membuka bungkus itu.
Destarata ayah para Kurawa menyuruh para Kurawa untuk memusnahkan dengan cara berpura-pura membantu membuka bungkus itu, namun tidak berhasil. Sedangkan di pertapaan Rhatawu Bagawan Abiyasa mendapat pertanyaan dari cucunya, Raden Premadi, yang menanyakan keadaan kakaknya yang terlahir dalam bungkus, yang telah beberapa tahun belum juga dapat dibuka. Abiyasa mengatakan kepada Arjuna bahwa saudaranya sedang menjalani kamarnya, ia akan lahir menjadi satria utama, dan akan mendapat wahyu jati.
Keadaan tidak bisa dipecahkannya bungkus yang menyelimuti anak Pandu dan Kunthi tersebut telah menyebabkan adanya kegoncangan di dunia yang terasa pengaruhnya sampai di kahyangan. Untuk menghentikan kegoncangan itu Batara Guru menyuruh Gajahsena, anaknya yang berupa gajah, memecah bungkus yang akan melahirkan Manusia Sejati.
Pada saat yang sama, Batara Guru juga memerintah Dewi Umayi agar memberi bayi dalam bungkusan itu, teman berupa empat macam warna yang akan melindunginya. Dewi Umayi segera melaksanakan perintah Batara Guru. Selain memberi teman berupa empat macam warna kepada bayi dalam bungkus itu, Dewi Umayi juga memberi ajaran tentang tujuh macam hal mengenai hubungan antara manusia dengan Tuhan.
Dewi Umayi mengatakan kepada bayi dalam bungkus itu bahwa sebagai calon Manusia ia harus sanggup mengerjakannya. Diberitahukan oleh Dewi Umayi juga bahwa sekarang ia masih berada dalam taraf mertabat Akhadiyat, artinya pada tingkat pertama. Masih jauh perjalanannya menuju martabat Insan Kamil yang merupakan tingkatan Manusia Sempurna. Dalam perjalanannya ia melalui martabat terakhir (martabat wuntat) yaitu permulaan menjadi benih (manusia). Pada martabat Akhadiyat ia diberi nafsu mutmainah yang berwarna putih, selanjutnya diberi bnafsu amarah yang berwarna merah. Ketika memasuki alam jisim (alam jasad) ia telah mempunyai wujud jasmaniah, karenanya mempunyai keinginan makan minum dan bersanggama, tidak berbeda dengan hewan. Bedanya, ia akan diberi budi luhur; namun bila ia menolaknya, ia tidak dapat masuk sorga, ia akan mengembara pada akyan sabiyah. Ketika telah berada pada alam misal diberi nafsu aluamah. Kemudian akan melalui alam arwah karena telah dimasuki roh. Ada sembilan macam roh yang masuk, yaitu : roh ilapi. Roh Robbani, roh Rokhani, roh Nurani, Rohulkudus, roh Rahmani, roh jasmani, roh nabati, dan roh hewani. Semua itu tadi merupakan badan Hyang Guru yang menggerakkan (tindakan) manusia. Dalam alam Kabir ia telah bersatu dengan sembilan roh (Hyang Guru), ia dipakai sebagai sarana (penampilan Hyang Guru) di dunia. Semuanya telah tertulis dalam Lohkilmakpul yang berupa Ngelmi Kadim.
Setelah selesai diberi ajaran, Dewi Umayi memberi bayi dalam bungkus itu busana berupa cawat kain bang bintulu berwarna merah, hitam, kuning, putih, pupuk, sumping , gelang, porong, dan kuku Pancanaka. Kemudian Dewi Umayi minta diri dengan mengatakan bahwa sebenarnya ia telah menyatu dalam dirinya.
Tidak lama kemudian Gajahsena yang diperintahkan Batara Guru membuka bungkusan berisi bayi, turun dari sorga melaksanakan perintah. Gajahsena lalu membuka bungkus yang berisi anak Pandu dan Kunthi. Setelah bungkus itu pecah, baik bayi yang ada dalam bungkus maupun Gajahsena sama-sama terkejut. Karena sama-sama terkejut keduanya lalu berkelahi.
Dalam perkelahian itu Gajahsena dapat dipegang oleh bayi yang baru saja keluar dari bungkusan yang telah memiliki pakaian lengkap pemberian Dewi Umayi. Setelah dapat dipegang lalu Gajahsena dibanting oleh bayi yang baru keluar dari dalam bungkusan itu. Gajahsena mati dan jasadnya musna, tetapi roh hewaninya masuk ke dalam diri bayi yang baru keluar dari bungkusan itu.
Pada saat terjadi perkelahian antara bayi dan Gajahsena, didekat situ ada seorang Dewa yang terus memperhatikan pertarungan. Ia adalah Batara Narada.
Melihat lawannya telah mati, dan ada orang didekatnya yang memperhatikan dia, bayi yang baru saja keluar dari bungkusan itu, lalu menanyakan kepada orang yang ada didekatnya siapa dirinya. Orang yang ditanya, yang tidak lain adalah Batara Narada, mengatakan bahwa ia ~bayi itu~ adalah anak Pandu dan Kunthi yang terlahir dalam bungkus. Batara Narada lalu memberinya nama Bratasena. Selain memberi nama, Batara Narada juga meninggalkan pesan kepada bayi itu ~yang sekarang telah bernama Bratasena~ bahwa meski di hadapan Batara Guru sekalipun Bratasena tidak boleh duduk di bawah dan menyembah, karena Bratasena harus menyembah hanya kepada Sang Pencipta.
Batara Narada meninggalkan Bratasena dengan memberi petunjuk kemana ia harus melangkah dan negeri mana yang harus ia datangi setelah Batara Narada meninggalkannya. Dengan bekal pakaian pemberian Dewi Umaya saat ia masih dalam bungkusan, serta berbekal pesan dari Batara Narada bahwa ia tidak boleh menyembah selain hanya kepada Sang Pencipta, Bratasena lalu pergi menuju ketempat yang ditunjukkan oleh Batara Narada.
Penampilan Bratasena terlihat menakutkan, tinggi besar dan gagah, jika ia berbicara suaranya menggelegar seperti geledek, (kadang-kadang) mengaum seperti singa kelaparan. Ia tidak memiliki rasa takut kepada siapapun.
Dalam perjalannya, Bratasena lantas bertemu raja Tasikmadu. Dan atas permintaan raja Tasikmadu, Bratasena diminta untuk mengalahkan raja raksasa Kala Dahana, patih Kala Bantala, Kala Maruta, dan senapati Kala Ranu.
Bratasena berhasil mengalahkan mereka semua. Setelah mereka dikalahkan, roh mereka masuk ke dalam Bratasena. Dengan demikian sifat-sifat unsur alam yang empat yaitu, bumi, api, angin, dan air telah menyatu dalam diri Bratasena.

*****

1 komentar:

Ternyata Bima itu juga Bratasena...

Posting Komentar

  :::  K O L E K S I     F O T O  :::
     
   
 
Dimar Reva Dila ®
 
  :::   Tengah    :::
     
 
 
 
Dimar Reva Dila ®